Beranda | Artikel
Safar Tanpa Mahram Bagi Wanita
Kamis, 1 November 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin

Safar Tanpa Mahram Bagi Wanita adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan “تنبيهات على أحكام تختص بالمؤمنات”(Tuntunan Praktis Fiqih Wanita), sebuah kitab buah karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullahu ta’ala. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada 23 Shafar 1440 H / 17 Oktober 2018 M.

Download kajian sebelumnya: Hadits-Hadits Hukum Mendengarkan Musik

Kajian Tentang Safar Tanpa Mahram Bagi Wanita – Tuntunan Praktis Fiqih Wanita

Termasuk hal yang menyebabkan terpeliharanya kemaluan adalah mencegah wanita untuk bepergian jauh tanpa mahramnya. Yang dimaksud dengan bepergian jauh adalah bersafar. Dan para ulama rahimahumullahu ta’ala berbeda pendapat tentang batasan safar. Ada yang mengatakan bahwa batasan safar adalah 85 Km. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa orang yang dikatakan safar apabila dia bepergian selama sehari semalam. Ini adalah pendapat yang mengatakan bahwasannya dikatakan sebagai seorang musafir, apabila dia dalam keadaan bersafar sehari semalam. Pendapat ketiga, jarak bersafar adalah tiga hari tiga malam. Dan pendapat yang keempat adalah sesuai dengan ‘urf (kebiasaan) orang yang tinggal di daerah tersebut.

Wallahu a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa safar dikembalikan kepada ‘urf disebabkan karena Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan didalam Al-Qur’an secara umum. Yaitu firmanNya yang berbunyi:

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا ﴿١٠١﴾

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. An-Nisa`[4]: 101)

Berdasarkan ayat ini, maka apasaja yang disebut dengan bepergian disebut sebagai safar dan boleh mengqashar shalat. Imam Bukhari menyebutkan bab berapa lama seseorang mengqashar shalat. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menamai satu hari satu malam disebut safar.

Abullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas yang merupakan ulamanya para sahabat ini senantiasa mengqashar shalat dan berbuka pada bulan ramadhan apabila safarnya empat burud atau enam belas farsakh.

Kita ambil pelajaran bahwasannya seorang wanita dilarang bersafar tanpa mahram. Dan sebagaimana telah disebutkan bahwa jumhur ulama menetapkan batasan safar adalah empat burud (dua hari dua malam). Jadi kalau seseorang berjalan selama setengah hari, disebut satu burud. Satu barid adalah empat farsakh. Satu farsakh adalah 3 mil. Jika seseorang bersafar selama 16 farsakh atau 48 mil, maka disebut sebagai seorang musafir. 48 mil adalah sekitar 85 Km.

Adapun pendapat ulama yang lain, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah bahwa safar dikembalikan dengan kebiasaan sebuah daerah didalam bersafar. Dan Wallahu a’lam pendapat jumhur lebih hati-hati, akan tetapi pendapat yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta’ala memiliki dalil yang lebih kuat. Karena sesuatu yang umum didalam Al-Qur’an, dikembalikan sesuai dengan penjelasan dari hadits yang shahih. Apabila tidak ada penjelasan dari hadits yang shahih, maka dikembalikan kepada adat kebiasaan. Oleh karenanya, agar kesucian wanita terjaga, dia tidak diperbolehkan bersafar tanpa mahramnya.

Mahram tersebut yang dapat menjaga dan melindungi perempuan tersebut dari orang-orang fasik yang menginginkannya. Sebagaimana Allah berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ …

dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu …” (QS. Al-Ahzab[33]: 33)

Kemudian Allah berfirman:

…فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا ﴿٣٢﴾

Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (QS. Al-Ahzab[33]: 32)

Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih telah melarang wanita bepergian tanpa mahram. Diantaranya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ ثَلاَثًا إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

Janganlah seorang wanita safar sejauh tiga hari melainkan bersama dengan mahramnya”. (HR. Bukhari, Muslim)

Ungkapan tiga hari tiga malam itu menunjukkan panjangnya perjalanan.

Mahram Bagi Wanita

Siapa itu mahram bagi wanita yang boleh menemaninya ketika bersafar? Mahram bagi wanita adalah setiap orang yang diharamkan atasnya menikahi perempuan tersebut dengan pengharaman yang selama-lamanya disebabkan karena kekerabatan atau persesusun ataupun pernikahan. Seperti bapaknya atau anak laki-lakinya atau saudara laki-lakinya. Jumhur ulama berpedapat bahwa seorang laki-laki yang sudah mumayyiz atau murahiq (mendekati masa baligh) seperti umur 10 – 14 tahun dan sanggup untuk menjaga keamanan wanita tersebut, maka itu sudah mencukupi. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik rahimahumullahu ta’ala. Sedangkah madzhab Hambali mensyaratkan wajibkan baligh. Dan ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ta’ala. Ini karena maksud dari mahram adalah menjaga seorang wanita dan penjagaan terhadap seorang wanita tidak akan terjadi dari seorang yang baligh dan berakal.

Simak Penjelasan Lengkap dan Download mp3 Kajian Tentang Safar Tanpa Mahram Bagi Wanita – Tuntunan Praktis Fiqih Wanita


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45047-safar-tanpa-mahram-bagi-wanita/